Teman. Teman itu gimana sih sebenernya? Tiba-tiba tergerak memikirkan hal ini. Menurutku teman bisa berarti banyak hal. Teman sekadar say hi, teman yang bener-bener tau seluk beluk kita. Sahabat ya, istilahnya.
Di sini aku mau cerita teman yang bener-bener teman. Sahabat.
Aku rasa ,mbok ya sampe kiamat, nggak bakal ada teman yang sempurna. Namanya manusia, ada aja salahnya. Kalo ada manusia seumur hidupnya begitu menyenangkan dan sempurna, mungkin dia malaikat.
Aku punya sahabat, 2 orang. Mereka paling tahu tentang aku. Aku lagi PMS dia tahu, aku lagi mikirin tulisan dan jadi pendiem, dia tahu, aku marah sama dia, dia juga tahu. Sori bukan dia, tapi mereka.
Kami bukan sahabat yang bebas dari pertengkaran. Adakalanya kami jengkel dan diem-dieman. Adakalanya kami nangis bersama. Ketawa bersama. Aku nggak bermaksud lebay.
Kami saling tahu betul latar belakang keluarga kami. Masalah kami. Kami saling ejek. Nggak pakek sungkan.
Teman-temanku itu punya kekurangan, sama sepertiku. Ada yang begitu sensitif, jadi harus ati-ati. Ada yang begitu lambaaaaat. Tapi ya itulah mereka. Aku juga pasti punya. Aku sangat cuek kalo udah konsen.
Kami menerima kekurangan kita masing-masing. Toh sisa dari kekurangan itu dominannya baik. Kami tidak saling menjudge ketika khilaf. Kalo aku sih, diam, mendoakan. Menegur dengan bercanda, mengajak ke pengajian. Aku rasa memvonis "kamu dosa", justru akan membuat kami semakin sebal, tersinggung.
Aku bersyukur bisa berteman dengan mereka hingga saat ini. Dan semakin sayang sama mereka, setelah ada teman yang belum begitu aneh.
Dengan teman yang aneh itu (singkat TYA aja),aku merasa nggak bebas. Nggak bebas menjadi diri sendiri. Aku takut menyinggung, aku takut dikomentari, aku takut dekat-dekat dengannya. Tapi dia merasa sudah begitu akrab denganku.
Dan aku makin nggak nyaman waktu TYA menceritakan teman-temannya, menjauhi hanya karena nila setitik. Yang menurutku nila setitik itu bukan masalah besar. Dan ampunnya lagi, dia begitu cepat memvonis seseorang dari tulisan. Dia bukan teman yg ada dalam situasi sedih.
Pada akhirnya aku capek berinteraksi dengan TYA. Sebaliknya, TYA justru melengket padaku. Sumpah aku ingin menegakkan kepalanya terus berteriak "Tahu nggak sih, kalo kamu tuh nyebelin!" Tentu saja nggak aku lakukan.
Namun setelah dipikir-pikir lagi, aku baru nyadar. Ada begitu banyak alasan kenapa orang bertingkah menyebalkan. Untuk saat ini, aku berusaha menerima, ya itulah dia. Tapi next time kalau terlalu bikin aku sesak napas, aku harus memutuskan untuk menjauh.