Rasanya baru kapan hari itu aku shock, heboh, karena mau bawa kardus buat mudik. Tau-tau sekarang back to reality lagi. Cepetnya waktu bergerak ya. Tau-tau sudah begini. Tau-tau sudah begitu. Tau-tau sudah jutaan detik dilalui. Tau-tau sudah ratusan jam dilewati. Tau-tau...
Sebut saja aku lagi manja. Semalam kangen rumah. Kangen Bapak. Kangen kucing. Kangen kakak. Kangen ponakan. Kangen kamarku dan kamar alm. Ibu. Kangen tetangga *nah kan? Kangen dengan kekonyolan orang-orang di kampung. Walaupun orang-orang ndeso kuakui rada-rada infotainment, tapi wajah mereka polos-polos.
Kalo beli kunyit ke, bukannya beli, aku malah dikasih. Beli serai, katanya ga jualan serai, malah dicabutkan alias diambilin di pinggir jalan. Bayangkan, serai di pinggir jalan.
Kangen dengan kenorakan mereka. Baju kuning secerah matahari, dipadu dengan emas-emas bergemerincing. Mungkin bagi yang liat akan tampak seperti lampu lalu lintas atau lampu disko. Bagiku, penampilan mereka sangat menarik. Mereka ingin tampak wow meskipun nggak match. Tapi nggak matchnya seru-seru aja. Gimana nggak seru. Saltum di antara masyarakat desa nggak akan dilirik-lirik sinis. Cuek aja hahaha. Tapi keren beneran di antara masyarakat desa, bakal jadi pusat perhatian.
Ada kejadian mengharukan. Ceritanya Bapak ngidam lontong dan ketupat. Sejak nggak ada Ibu, jarang yang antar makanan ke rumah. Karena orang rumah jarang masak juga buat dibagikan ke tetangga.
Di suatu sore yang lelah setelah ngider kesana kemari, datanglah sepiring ketupat dan lauknya dari tetangga depan rumah. Bapak begitu bahagia kayak habis nemu harta karun haha. Jadi ingat kata A. Fuadi. Bisikan dalam hati saja sudah disebut doa.
Kalau pagi-pagi begini di rumah ngapain ya? Bapak sarapan apa ya? Ponakanku udah berangkat sekolah kali ya?
Semoga bisa segera jadi full time writer. Sumpah, aku ingin sekali berada di rumah tiap weekend.
No comments:
Post a Comment